Jokowi Memenuhi Kewajiban untuk Layanan Kesehatan
Jokowi Memenuhi Kewajiban untuk Layanan Kesehatan (Jokowi to fufill mandatory obligation on health services)
Sumber : The Jakarta Post, Jumat, 24 Juli 2015
Kementerian Kesehatan memuji keputusan Presiden Joko "Jokowi" Widodo yang telah memenuhi kewajiban hukum untuk mengalokasikan 5 persen dari anggaran nasional tahun 2016 untuk layanan kesehatan.
Undang-Undang Nomor 36/2009, mengamanatkan pemerintah agar mengalokasikan 5 persen dari APBN untuk belanja kesehatan, baik di tingkat pusat dan daerah.
Peraturan tersebut memungkinkan pemerintah untuk memenuhi Millenium Development Goals (MDG), yang akan berakhir tahun ini.
Pemerintah berencana mengalokasikan Rp 119 triliun (US $ 874.000.000) untuk fungsi kesehatan pada anggaran tahun 2016. Ini merupakan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan alokasi tahun lalu, senilai Rp 75 triliun, atau 3,45 persen dari total anggaran.
"Sebenarnya, kita masih memerlukan lebih banyak [uang] untuk [membangun] rumah sakit, klinik kesehatan dan mendanai langkah-langkah pencegahan, tapi setidaknya ada rencana [untuk meningkatkan anggaran kesehatan]," ujar Sekertaris Jenderal Kementerian Kesehatan, Untung Suseno, kepada The Jakarta Post awal pekan ini.
Mantan Presiden Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan seringkali sulit untuk memenuhi persyaratan hukum dalam memberikan persentase tetap dari alokasi anggaran untuk sektor-sektor tertentu, selain dari sektor pendidikan, yang diberi mandat undang-undang untuk menerima setidaknya 20 persen dari anggaran.
Secara terpisah, Laksono Trisnantoro dari Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Universitas Gadjah Mada menginformasikan bahwa belanja kesehatan yang lebih besar akan membantu pemerintah untuk mengatasi masalah yang menghambat Indonesia dalam memenuhi beberapa target MDG-nya, seperti mengurangi angka kematian ibu dan mengurangi prevalensi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
"Tapi kenaikan anggaran tidak akan selalu memecahkan masalah jika pemerintah tidak meningkatkan dan memperbaiki sumber daya manusia," katanya kepada Post, Kamis lalu.
Angka kematian ibu di negara ini masih tinggi meskipun batas waktu MDG semakin dekat. Dalam kasus ini, Indonesia berada di posisi paling bawah dibandingkan sembilan negara ASEAN lainnya.
Menurut data terakhir dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu meningkat secara signifikan menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup, jauh lebih tinggi dari jumlah yang ditargetkan yakni 102 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.
Angka kematian ibu yang tinggi tersebut dikaitkan dengan beberapa faktor, termasuk kurangnya akses ke layanan kesehatan dan kurangnya tenaga kesehatan yang profesional dan berpengalaman. Faktor-faktor ini pada akhirnya dihubungkan pada pendanaan yang tidak mencukupi.
Kementerian Kesehatan berharap untuk mengatasi kedua masalah ini melalui pembiayaan kesehatan yang lebih besar di masa mendatang.
"Kami akan memfokuskan anggaran belanja pada langkah-langkah pencegahan dan promosi," kata Slamet, Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian Kesehatan.
"Kami juga akan berusaha meningkatkan sumber daya manusia karena tanpa sumber daya manusia yang efisien, kita tidak dapat memberikan layanan kesehatan yang efektif," kata Slamet.
Dia menambahkan bahwa akan ada pergeseran dana yang besar dari dana yang dialokasikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
"Program-program yang dirasa lebih efektif jika dikelola oleh daerah akan dibiayai lewat anggaran daerah," kata Slamet pada Rabu lalu.
Sumber diambil dari Mitrais - Seputar Medis Indonesia
« Kembali